Kali
ini aku mau cerita tentang seorang teman yang tiba-tiba ngirim aku sebuah pesan
yang isinya cukup membuatku berpikir sejenak.
Jadi isi
pesannya itu dia nanya
"kelak
kamu mau jadi dokter yang seperti apa?" Lah ni orang ga ada angin ga ada
hujan kok pertanyaannya serius amat. Aku juga bingung mau jawab apa, aku kan
baru jadi mahasiswa tingkat satu pendidikan ini.
Alhasil,
aku berusa jawab dengan se-ambigu mungkin hahaha.
“Doain aja semoga pendidikan aku selama 6
tahun ini lancer, masih banyak hal yang harus aku pelajari supaya aku tahu
kelak aku mau jadi dokter yang seperti apa.” Cakep gat uh jawaban aku, hasil
searching di google tuh -_- Trus aku tanya dong kenapa dia tiba-tiba nanya gitu?
Ternyata
eh ternyata, dia bilang kalo dia baru aja dari dokter dan dia di marahin sama
dokternya.
Cerita singkatnya gini.
Jadi
temanku ini kebetulan adalah seorang volunteer untuk mengajar anak-anak di
bawah kolong jembatan. Kemaren anak kolong jembatan itu sakit, dan di bawa lah
ke apotek oleh temanku ini. Setelah nungguin lumayan lama, sesampainya di ruang
dokter, temenku ini di marahin sama dokternya. “Kenapa baru di bawa sekarang?”
kata dokter itu. Setelah temen aku jelasin kronologinya, dokternya bilang “saya
ga bisa ngasih resep nanti kalo ada apa-apa saya bisa di borgol, bawa ke rs
aja.” Dan temenku itu pun langsung pulang, saat keluar dari ruang dokter,
assisten dokternya ngejer dan dokternya ternyata ngasih uang dua puluh ribu.
Karena hari hujan dan temenku itu naik motor, dia ga tau mau ngapain jadi dia
balik lagi ke kolong jembatan.
Terakhir
temenku bilang. “Kelak kamu jangan jadi dokter yang
seperti itu ya.”
Aku harus
jawab apa? Aku cuma seorang mahasiswa tingkat satu yang berharap ujian blok
tidak ada remedial. Tapi kalo enggak aku jawab, aku merasa tersudut, seolah
profesi ini menjadi profesi pengecut yang tidak berani mengabil tindakan.
Lagi-lagi aku berusaha jawab seambigu mungkin.
“Emang
sakitnya apa? Kok dokternya sampe bilang knapa
baru di bawa sekarang? Udah parah
atau gimana? Mungkin kondisi anaknya memang sudah di luar kompetensi dokter
itu, jadi kalo dia sok-sok nangani emang melanggar kode etik.”
Daaaan
ternyata anaknya itu sakit gigi, dan temenku itu bawanya ke dokter umum. Aku ga
tau siapa yang salah di sini, aku juga ga mau men-judge siapa pun. Toh aku di
sini juga bukan siapa-siapa mungkin
suatu hari aku bisa jadi seorang pasien yang juga mendapat pelayanan yang
kurang memuaskan dari seorang dokter.
Aku hanya bisa berpesan satu hal sama
temanku itu.
Ada banyak hal yang kamu tidak ketahui
tentang profesi ini, banyaaaaak sekali. Don't Judge Something That You Don't Understand. Tapi bukan berarti aku juga tau
segalanya, aku masih harus banyak belajar tentang profesi ini. Sebuah profesi
mulia, yang dari luar terlihat begitu hebat dan istimewa tapi menyimapan sejuta
beban di dalamnya.
Tapi tenang saja, aku tidak akan menyesal
kok menjalani pendidikan ini untuk menjadi bagian dari profesi itu. Toh setiap
profesi pasti punya dua sisi, hitam dan putih. Begitu pun dengan profesi ini.
Tapi yakinlah sisi putih jauh lebih dominan.
Tidak perlu khawatir kawan, aku janji
kelak aku akan berusaha menjadi yang berguna, agar semua ilmu dan perjuangan
yang aku lalui selama ini tidak sia-sia.
Terimakasih sudah mau mengingatkan aku
agar aku kelak tidak menjadi bagian dari sisi hitam profesi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar