Selasa, 31 Desember 2013

Saat Akidahku Berbicara :)





Haihaihai kemarin sempet heboh banget kan masalah ucapan mengenai hari natal. Banyak sekali social media yang “berbicara”. Yang paling aku ingat sih, ada yang menyamakan ucapan selamat natal dengan ucapan dua kalimat syahadat. Menurutku sih itu dua konteks yang berbeda, jika alasannya karena itu mungkin kurang tepat. Bukan aku bermaksud menggurui, bukan aku merasa paling tau, bukan aku merasa paling dekat dengan Allah SWT, aku hanya ingin sekedar berbagi cerita, ya sedikit cerita singkat. Oh ya I’m a moeslimah……

A (Kristiani)  : Eh kemaren di sosmed pada heboh ya tentang ucapan selamat 
natal, pantas kamu ga ngucapin ke aku, ternyata agamamu melarangnya.
B (Muslimah) : Ah masak heboh aku ga tau (pura-pura ga tau lebih tepatnya),
 tentang masalah itu kamu ga tersinggung kan?
A                     : Tersinggung? Ya enggaklah, ngapain juga tersinggung coba. Dari beberapa yang aku baca di sosmed sih, katanya itu semua sudah di atur dalam kitabmu kan, aku rasa kalo kita semua berpegang teguh sama iman dan kitab masing-masing hidup ini akan damai, ya gak?
B                 : Iya memang semuanya itu ada di dalam kitabku. Tapi bukan bearti kami ga punya toleransi loh.
A                     : Yaelah aku ngerti kalik. Emang toleransi cuma sebatas ucapan doang. Lagian 
 aku lebih suka orang yang berbedakeyakinan ga ngucapin selamat kok, toh mereka ga ngerti juga kan makna dari ucapan itu, yang ngucapin paling cuma sekedar formalitas dan basa-basi doang padahal bagi kami ucapan selamat natal itu bermakna jauh lebih dari sekedar kata-kata.
B                     : “…………….” (aku hanya tersenyum, itulah toleransi kami, tidak ikut campur dengan urusan yang kami tidak mengerti.)
A                    : Ya udahlah ya ga usah di pikirin, mending aku traktir, natal kemaren aku dapet banyak angpau ni.
B                     : Waaaw cair gilak ni, traktir yang agak elite ya
A                     : Boleh, b2 panggang yaaa hahahaha

Aku hanya ikut tertawa saja sambil menoyor kepalanya. Begitulah sepotong percakapan aku dengan seorang teman kristianiku. Bukan aku yang memulai percakapan itu, tapi dia. Bukan aku juga yang menjelaskan alasan mengenai “ucapan natal” itu, tapi dia. Bukan aku yang lebih mengerti, tapi dia. Sesederhana itu pikiran mereka, hanya kita saja yang “terlalu takut” dianggap tidak punya toleransi.  Padahal semuanya akan baik-baik saja saat toleransi dan akidah tidak di bolak-balik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar