Haihaihai kemarin sempet heboh
banget kan masalah ucapan mengenai hari natal. Banyak sekali social media yang “berbicara”.
Yang paling aku ingat sih, ada yang menyamakan ucapan selamat natal dengan
ucapan dua kalimat syahadat. Menurutku sih itu dua konteks yang berbeda, jika alasannya
karena itu mungkin kurang tepat. Bukan aku bermaksud menggurui, bukan aku
merasa paling tau, bukan aku merasa paling dekat dengan Allah SWT, aku hanya
ingin sekedar berbagi cerita, ya sedikit cerita singkat. Oh ya I’m a moeslimah……
A (Kristiani) : Eh kemaren di sosmed pada heboh ya tentang
ucapan selamat
natal, pantas kamu ga ngucapin ke aku, ternyata agamamu
melarangnya.
B (Muslimah) : Ah masak heboh aku ga
tau (pura-pura ga tau lebih tepatnya),
tentang masalah itu kamu ga tersinggung kan?
A :
Tersinggung? Ya enggaklah, ngapain juga tersinggung coba. Dari beberapa yang
aku baca di sosmed sih, katanya itu semua sudah di atur dalam kitabmu kan, aku
rasa kalo kita semua berpegang teguh sama iman dan kitab masing-masing hidup
ini akan damai, ya gak?
B :
Iya memang semuanya itu ada di dalam kitabku. Tapi bukan bearti kami ga punya
toleransi loh.
A : Yaelah aku ngerti kalik. Emang toleransi cuma sebatas ucapan doang. Lagian
aku lebih suka
orang yang berbedakeyakinan ga ngucapin selamat kok, toh mereka ga ngerti juga kan
makna dari ucapan itu, yang ngucapin paling cuma sekedar formalitas dan
basa-basi doang padahal bagi kami ucapan selamat natal itu bermakna jauh lebih
dari sekedar kata-kata.
B :
“…………….” (aku hanya tersenyum, itulah toleransi kami, tidak ikut campur dengan urusan yang kami tidak mengerti.)
A :
Ya udahlah ya ga usah di pikirin, mending aku traktir, natal kemaren aku dapet
banyak angpau ni.
B
: Waaaw cair gilak ni, traktir yang agak elite ya
A : Boleh, b2 panggang yaaa hahahaha
Aku hanya ikut tertawa saja
sambil menoyor kepalanya. Begitulah sepotong percakapan aku dengan seorang
teman kristianiku. Bukan aku yang memulai percakapan itu, tapi dia. Bukan aku
juga yang menjelaskan alasan mengenai “ucapan natal” itu, tapi dia. Bukan aku yang
lebih mengerti, tapi dia. Sesederhana itu pikiran mereka, hanya kita saja yang
“terlalu takut” dianggap tidak punya toleransi.
Padahal semuanya akan baik-baik saja saat toleransi dan akidah tidak di
bolak-balik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar