Sabtu, 24 Juli 2010

Cerpen "010101"

Surat Terakhir

To all of my friends or maybe my enemy,

MAAF. Seharusnya kata itu sudah lama aku ucapkan kepada kalian semua dengan ikhlas. Aku seharusnya sadar perbuatanku yang kemarin telah menimbulkan banyak masalah di antara kalian. Aku benar-benar menyesal. Dulu, aku tak pernah bermimpi untuk sekolah jauh dari tanah kelahiranku. Tapi, sejak aku berniat untuk masuk di salah satu universitas ternama di Indonesia, ibuku menyarankanku untuk pindah ke SMA ini, yang merupakan salah satu SMA ternama di kota besar seperti ini. Awalnya aku takut, kalau aku tidak bisa di terima dengan baik di sekolah baruku. Tapi ibuku bilang, sekolah baruku adalah sekolah terbaik. Dengan murid-murid yang cerdas, displin yang tinggi, dan berakhlak yang baik pula. Ibuku yakin aku akan di terima dengan baik di sekolah baruku nanti. Tapi semua itu berubah menjadi sebuah mimpi buruk. Aku tak pernah mengira, jika kata-kata ku di salah satu situs pertemanan akan berakhir menjadi sebuah bencana besar. Kalian semua menghujatku, membenciku, dan mengucilkanku. Aku bisa melihat kekompakkan di antara kalian semua. Kalian saling melindungi dan saling menjaga nama baik sekolah. Aku akan sangat bahagia, seandainya aku bisa menjadi bagian dari keluarga besar kalian.

Tapi kini, aku telah merusak nama baik kalian semua. Bukan hanya aku, tetapi teman-temanku di sekolah yang lama juga turut campur dalam masalah ini. Aku sangat menyesal. Ada yang bilang kalau aku sombong. Tapi inilah aku, dengan segala kekuranganku. Jujur aku kecewa dengan kalian semua, aku tak menyangka sikap kalian sebagai murid –murid yang dikenal cerdas akan seburuk itu padaku, tapi aku juga kecewa dengan teman-teman lamaku, yang juga sudah bersikap kasar. Kini aku memutuskan untuk meninggalkan sekolah ini, bukan karna aku pengecut. Aku hanya ingin nama sekolah kalian akan tetap baik di mata orang-orang.

Sekali lagi aku minta maaf atas nama pribadi dan teman-temanku.

Semoga kejadian ini, bisa menjadi pembelajaran yang berharga bagi kita semua. “Mulutmu Harimaumu”

Salam terakhir,

Havira

“Jadi itu lah isi dari surat ini. Surat terakhir dari Havira. Aku baru sadar, ternyata sikap kita yang kemarin sangat konyol.” Kata Zara seraya melipat surat itu dan memasukkannya kembali ke dalam sebuah amplop bewarna hijau muda.

Semenit kemudian, seisi kelas terdiam. Hayut dalam pikiran mereka masing-masing. Menyesal atas semua yang telah terjadi. Seharusnya mereka tidak pernah bersikap sekasar itu pada Havira.

“Havira memang salah telah menghina sekolah kita, tapi kita juga menghinanya kan? Kalau begitu, apa bedanya kita dengan dia?” sesal Zara.

“Iya.”

“Benar.”

“That’s right.”

“Setuju.”

“Meaow, meaow.” ????!!!!

“Gimana kalau sekarang, kita sampaikan permintaan maaf Havira kepada temen-temen yang lain. Biar mereka juga sadar, kalau saling memaafkan itu indah. Tuhan saja Maha pemaaf, kenapa hambanya nggak bisa.” Zara tersenyum puas. Kini hatinya terasa lebih ringan setelah bisa memaafkan Havira dengan tulus. Daripada harus terus tenggelam dengan kebencian.

“Iya.”

“Benar.”

“That’s right.”

“Setuju.”

“Meaow, meaow.” ????!!!!

(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama,tokoh

Dan alur cerita itu hanya kebetulan belaka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar